Maros, Coronginformasinews.com — Lembaga Swadaya Masyarakat Komite Independen Pemerhati Fakta (LSM KIPFA) Kabupaten Maros menegaskan akan membawa dugaan pungutan liar (pungli) dalam pelaksanaan program sertifikat tanah (Prona/PTSL) di Desa Labuaja, Kecamatan Cenrana, ke Aparat Penegak Hukum (APH).
Perwakilan LSM KIPFA, Abdul Malik, menyampaikan bahwa pihaknya menerima banyak keluhan dari warga terkait biaya yang dikenakan dalam proses pembuatan sertifikat tanah melalui program PTSL. Padahal, program tersebut pada dasarnya digratiskan oleh pemerintah, terutama bagi masyarakat kurang mampu.
“Kami menerima laporan bahwa warga diminta Rp250 ribu di awal, kemudian saat sertifikat selesai kembali diminta Rp350 ribu. Totalnya Rp600 ribu per sertifikat. Ini jelas di luar ketentuan,” tegas Abdul Malik, Selasa (29/7/2025).
Lebih lanjut, Malik mengungkapkan bahwa temuan ini diperoleh dari penelusuran langsung di lapangan. Hampir seluruh warga yang mengikuti program PTSL di Desa Labuaja membenarkan adanya pungutan serupa.
“Kami sudah mengantongi bukti, termasuk rekaman video pengakuan warga. Kami tidak akan tinggal diam dan akan segera melaporkannya ke APH,” tambahnya.
Ia menegaskan bahwa pungutan liar merupakan bentuk tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 junto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Program PTSL adalah kebijakan Presiden Joko Widodo yang bertujuan memberikan kepastian hukum kepemilikan tanah secara gratis bagi rakyat. Jika ada oknum yang memanfaatkan program ini untuk pungli, itu harus diproses secara hukum,” tegas Abdul Malik menutup keterangannya.
LSM KIPFA menyatakan akan mengawal kasus ini hingga tuntas, dan berharap APH dapat segera turun tangan untuk mengusut serta menindak tegas pihak-pihak yang terbukti melakukan pelanggaran hukum.(*).